PRAKTISI MARITIM INDONESIA MEMBUAT BISNIS PELAYARAN MENARIK BAGI PERBANKAN
Oleh :
Ir. Sjaifuddin Thahir, MSc.
Ketua Umum Praktisi Maritim Indonesia

Dalam rangka penyaluran pembiayaan bank ke bisnis pelayaran, masih terbelenggu bagi perbankan nasional bahwa aset kapal yang saat ini dimiliki oleh para pemilik kapal di Indonesia yang dijaminkan ke bank masih dianggap beresiko tinggi dan kapal berbeda dengan jenis property bangunan dan rumah, dll yang ada di darat. Itulah yang menjadikan Industry perbankan di Indonesia hingga kini masih belum menganggap sektor bisnis pelayaran nasional belum begitu menarik untuk dibiayai dan dianggap tidak menguntungkan.

Pembiayaan kapal tersebut tercermin dari masih minimnya penyaluran kredit dan pembiayaan dari perbankan untuk sector bisnis pelayaran. Padahal, bila mana perbankan mendapatkan perlindungan dari pihak pemerintah untuk menyalurkan dan memberikan kredit dan pembiayaan, maka sector pelayaran nasional akan terbangun.

Dengan demikian pihak perbankkan mewujudkan mendukungnya pada program Presiden Republik Indonesia yang saat ini tengah diupaya yaitu mewujudkan tol laut agar terdapat konektivitas antar pulau-pulau dan cita-cita menjadikan Negara Indonesia sebagai poros maritim dunia sebagai mana telah disampaikan oleh Presiden dalam Sidang IMO beberapa waktu lalu bisa terealisir dan semakin menjadi kenyataan.

Dengan kenyataan bahwa resiko kapal ada yang mengalami hilang dan kapal sering diberitakan tenggelam, menjadi bayang-bayang yang menakutkan bagi bank dan hal ini yang menjadi dasar perbankan enggan mengambil keputusan dan menerima jaminan kapal. Meskipun kapal telah diasuransikan.  Pihak asuransi kapal belum sanggup menjamin semua klaim kapal yang hilang atau tenggelam dan pihak asuransi seharusnya bisa berperan untuk meyakinkan perbankan nasional. Polis asuransi kapal memang tidak sepenuhnya bertujuan untuk dapat menutup semua kerugian yang diderita oleh tertanggung dan polis hanya menyebutkan resiko-resiko yang dijamin saja.  Jika kerugian kapal teIjadi berakibat risiko hilang, maka asuransi akan memberi penggantian sebagaimana tercantum dalam pasal 637 KUHD.

Bila kita simak lebih dalam bahwa resiko-resiko yang akan dijamin oleh asuransi, antara lain: Sepanjang kapal dalam kondisi layak laut dan mendapatkan surat persetujuan berlayar dari pemerintah tentunya dengan merujuk dengan informasi perkiraan cuaca dari BMKG, kemudian dalam perjalannya terjadi cuaca buruk antara lain angin topan, dan hujan lebat di luar perkiraan yang mengakibatkan kapal bisa tenggelam atau hilang maka kapal akan mendapatkan penggantian dari asuransi.

Disamping itu setelah dilakukan pemeriksaan oleh surveyor badan klasifikasi nasional (BKI) atau badan klasifikasi asing yang diakui pemerintah (anggota IACS) sesuai dengan ketentuan kekuatan konstruksi kapal dan ketentuan instalasi permesinan dan kelistrikan kapal serta dinyatakan class dalam keadaan dapat dipertahankan (maintain) dengan dibuktikan dokumen class certificate dan class status kemudian dalam perjalanannya kapal mengalami pecah dan tenggelam maka kapal akan mendapatkan penggantian dari asuransi

Selanjutnya berdasarkan perhitungan stabilitas atau stability booklet kapal yang dibuat oleh disainer kapal atau galangan kapal dan stability booklet tersebut telah mendapatkan persetujuan dan disahkan oleh pemerintah atau badan klasifikasi kemudian kapal mengalami terguling karena ditubruk dan tenggelam maka kapal akan mendapat penggantian dari asuransi. Ada lagi bahwa setelah kapal dilengkapi dengan peralatan pemadam kebakaran dan diperiksa sesuai ketentuan fire sfety system (FSS Code) kemudian kapal mengalami kebakaran yang tidak disengaja dan mengalami tenggelam atau hilang, maka kapal akan mendapat penggantian dari asuransi.

Satu lagi bahwa setelah kapal mempertahankan class-nya dan mendapatkan seluruh sertifikat statutoria serta dikelola kapalnya sesuai manajemen keselamatan kapal sesuai ISM Code kemudian kapal mengalami kebocoran dan banjir kemudian tenggelam, maka kapal akan mendapat penggantian dari asuransi. Demikian pula setelah kapal mengantongi sertifikat keamanan kapal namanya International Ship Security Certificate (ISSC) dan kapal masih saja dirampas oleh bajak laut atau perampok kemudian kapal hilang, kapal akan mendapat penggantian dari asuransi. Kapal hilang karena pernyataan perang oleh pemerintah dan situasi kejadian perang, kapal akan mendapat penggantian dari asuransi, dll

Langkah yang diusulkan oleh para praktisi maritime adalah pada tahap awal Pemerintah bisa memaksimalkan peran perbankan pelat merah karena bank-bank tersebut yang bisa dikontrol oleh pemetrintah selanjutnya bisa diikuti oleh bank-bank swasta  agar bersedia mengucurkan kredit ke sektor pelayaran dengan mudah bila perlu tanpa bunga. Karena kenyataan sekarang penyaluran kredit untuk kapal masih tersendat-sendat. Praktisi kemaritiman Indonesia mengusulkan agar bank-bank bersedia memberi pinjaman fasilitas kredit kepada sektor pelayaran dengan dipayungi regulasi. Salah satu caranya dengan melakukan implementasi regulasi yang dikontrol oleh otoritas jasa keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan dengan memberikan fasilitas kredit perbankan kepada bisnis pelayaran yang dipermudah.

Bila total kredit perbankan di Indonesia hingga 2014 mencapai Rp 3.600 triliun. Dari jumlah itu, penyaluran kredit sektor kemaritiman hanya 2,36% atau Rp 85 triliun. Dengan perhitungan kasar bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,79% ditahun 2015 mengucurkan cuma Rp. 89 trillun dan 5,02% di tahun 2016 mengucurkan Rp. 93,54 trillun. Praktisi maritime Indonesia menyambut baik Rencana Bisnis Bank (RBB) oleh OJK untuk mengarahkan sedikitnya 22 bank bermodal besar untuk masuk ke sektor maritim.

Ke depan, praktisi maritime Indonesia yang memiliki berbagai sector pengalaman dan keahlian maritim bersedia memberikan maritime credit knowledge kepada para accouct officer perbankan karena dirasa masih minimnya perbankan menyalurkan ke sektor maritim dan sumber daya manusia (SDM) account officer (AO) perbankan belum semuanya menguasai sector maritim.

Semoga bermanfaat…

http://maritimnews.com/saatnya-dorong-perbankan-untuk-turut-andil-dalam-industri-perkapalan/


Crewing Agents

In countries where the Maritime Labour Convention has been ratified, crewing (sometimes named manning) agencies offering recruitment services must not charge you for finding you work. The only costs that can be charged to you are those for obtaining your national statutory medical certificate, your national seafarers’ book, your passport or similar personal travel documents. The cost of visas must be paid for by the shipowner.

Additionally, all private crewing agencies must be regulated and provide an efficient, adequate and accountable system that protects and promotes your employment rights. And the creation of blacklists that could prevent qualified seafarers from finding work is forbidden.

Even if your agency is in a country that has not ratified the MLC, shipowners with ships registered in the flags of countries that have ratified must still use agencies that comply with these minimum requirements. Depending on which country you come from, your union may offer recruitment services under the terms of a collective bargaining agreement. The flag State must make sure that if seafarers are recruited from a crewing agency in a country that has not ratified the Convention, the shipowner recruiting them must ensure that the agency meets with the MLC’s standards.

Where a manning agency is publicly operated, it must also be run in an orderly way that promotes your employment rights.

There has to be a process in place to enable you to make a complaint if a manning agency is not run properly and is in breach of the requirements of this convention. Depending on the situation you may need to complain to the authorities of your own country (for example for Filipino seafarers this could be the POEA – Philippines Overseas Employment Agency), those of the flag State or those of a port State. You can also contact your union or the ITF for advice.

How to tell if a private crewing agent or recruitment company is reliable?

Crewing agencies must:

Keep an up-to-date register of all their seafarer placements
Keep up-to-date lists of ships and company contact details where their seafarers are placed
Inform you of your rights and duties under an employment agreement and give you enough time to examine it before you sign up
Give you a copy of the employment agreement
Make sure their agreements comply with applicable national laws and CBAs
Check your qualifications for the job
Make sure that the shipowners or companies they work with are financially secure so that you don’t get stranded in a foreign port
Have an effective complaints procedure in place
Have an insurance system in place in case they need to compensate you for any failure to meet their obligations under the recruitment and placement service, or if the shipowner fails to meet their obligations under the SEA
As a matter of good practice they should also:

Employ staff with relevant knowledge of the maritime industry
Respect your right to privacy and the need to protect confidentiality
Ensure that they can respond promptly and sympathetically to requests for information and advice from your family while you’re at sea – at no cost to you or your family
Keep up-to-date lists of contact details in case of emergencies
Inform you of any relevant shipping company policies, eg. dry ship policies where no alcohol may be consumed onboard
Check that the labour conditions on ships where they supply crew comply with all applicable CBAs, laws and regulations

http://www.itfseafarers.org/crewing_agents.cfm


 

Kutipan:

Assamu’alaikum wrwb.

Salam, kali ini saya akan mengulas tentang navigasi electronic di gadget anda. Transas Isailor adalah founder ECDIS untuk navigasi diatas kapal niaga banyak digunakan dengan memenuhi regulasi IMO/SOLAS. Dulu transas isoilor hanya dibuat untuk kapal niaga kemudian transas diminta oleh pihak apple agar membuat aplikasi tersebut agar dapat digunakan di produk apple, kemudian untuk pertama kali pihak transas dibuat di smartphone apple dan menjadi salah satu produk jual andalan apple yang tidak dijumpai di smartphone manapun, awalnya aplikasi ini diciptakan untuk penguna apple sering berlayar dikapal yatch/ kapal layar sebagai alat bantu navigasi. Tak heran harga smartphone apple sangat mahal dibandingkan produk HP lainya.

Teruskan di:

BERLAYAR DENGAN NAVIGASI ELECTRONIC DI HANDPHONE 

Jalesveva Jayamahe

 

 


Menurut UUD 1945 Pasal 33 ayat (3)

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar  untuk kemakmuran rakyat.

Disini telah diamanatkan oleh undang2 untuk memanfaatkan kekayaan laut, untuk kemakmuran bangsa. Putra-putri Indonesia harus diberi kesempatan dan didukung serta didorong untuk menguasai laut, yang selama ini dibelakangi.

Laut harus dikelola, untuk menghasilkan nilai tambah ekonomi,

Salah satunya adalah merawat laut dan mebuat jasa fasilitas tranportasi dilaut untuk dilayari dengan aman, innocent passage atau ALKI dijaga dan dipasang rambu navigasi dengan benar, sehingga setiap kapal yang melewatinya dapat berkontribusi terhadap jasa keamanan yang telah diberikan kepda mereka. Setiap kapal yang lewat tersebut harus dijaga betul aman dan merasa tertolong atas fasilitas yang disediakan.

Banyak sekali selat yang dapat dikatagorikan menjadi selat yang dikelola. Mengelola alur pelayaran dianataranya adalah:

  1. Dengan menata perambuan di alur pelayaran yang bersangkutan.
  2. Menjamin keamanan
  3. Mengontrol lalulintas pelayaran

Toll Laut

Menurut kami, arti toll laut adalah sistim pengangkutan pelayaran tanpa hambatan dan semua pihak harus berkontribusi dalam kelancaran arus barang memalui jalur pelayaran yang bersangkutan.

Usaha perbaikan yang harus dilakukan dalam memfasilitasi toll laut ini adalah:

  1. Hambatan, berupa banyak pemeriksaan di pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar harus ditiadakan. Karena barang yang diangkut adalah barang yang berpindah antar daerah didalam hukum Indonesia. Pos pemeriksaan di pelabuhan tersebut harus ditiadakan.
  2. Hambatan berupa pencegatan kapal dilaut adalah tidak tepat, sebab didunia ini pemeriksaan kapal hanya dilakukan dipelabuhan muat dan atau pelabuhan bongkar. Pemeriksaan dilaut ini yang seyogyanya tidak dilakukan, dilakukan oleh:
    1. KPLP
    2. Pol air
    3. TNI AL
    4. BC

Dibeberapa negara penegakan hukum dilaut ini digabung jadi satu tim, seperti pemikran bakamla. Tapi ini aneh, pemerintah Indonesia tidak sanggup mengadakannya. Sudah lama sekali diupayakan, terbentur ego sektoral badan birokrasi negara, yang mempunyai undang2 sendiri-sendiri yang tidak sinkron dibeberapa bidang tugas.

  1. Hambatan penyelesaian dokumen, masih banyak dokumen yang dipersyaratkan untuk muatan antar pelabuhan di Indonesia. Sebaiknya penyelesaian dokumen ini dapat diurus dari sautu tim antar departemen terkait disatu tempat (atap). Kalau dapat dilaksanakan ditiadakan saja. Dalama arti, barang bebas berpindah didalam daerah hukum Indonesia.

Disamping laut nasional dikuasai, maka Indonesia sebagai negara besar harus ikut dan berkontribusi dalam menguasai tujuh samudra, menguasai seluruh laut dunia.

Coba kalkulasi berapa banyak dana yang dikucurkan pemerintah untuk memperbaiki jalan antar daerah, yang dikarenakan rusak oleh truk barang yang bermuatan berat dan malah over load yang melewati jalan tersebut. Jika muatan tersebut dapat dibawa via laut, sudah barang tentu biaya perbaikan jalan antar daerah dapat dipangkas (efisien).

Kuasai Tujuh Samudra (Laut Dunia)

Menguasai tujuh samudra adalah dilakukan dengan:

  1. Kapal niaga Indonesia dengan jumah banyak melayari pelayaran perdagangan sekeliling dunia.
  2. Kapal Angkatan Laut Indonesia ikut berpartisipasi dalam bertugas dilaut international.
  3. Perwira naiaga nasional memanajemeni atau menjalankan kapal2 niaga manca negara yang meakukan perlayaran dialut-laut internasional (International Fleet). Juga sudah barang tentu juga diawaki dengan ABK Indonesia.

Untuk saat ini, dalam menguasai tujuh samudra ini adalah dengan mengirim perwira niaga dalam jumlah yang lebih tinggi dan dalam kemampuan yang diakui oleh dunia, disinilah STIMar AMI ikut berpartisipasi dalam mencetak perwira remaja sekitar 400 orang per tahunnya. Kapasitas ini dapat ditingkatkan menjadi 800 orang pertahun.

Kekurangan perwira niaga dunia yang menjadi tantangan diisi oleh perwira kita adalah seperti hasil kajian berikut:

  1. BIMCO/ISF Manpower Studies, Reliability limitations of a 5 year forecast. The 2005 Manpower Study
    • Shortage of 10,000 officers in 2005, be worsening to 27,000 by 2015
  1. 2008 Nippon Foundation Study
    • Global shortage of 32,153 officers by 2020
  1. 2009 Drewry/Precious Associates Survey
    • Shortage of 33,000 officers in 2009, increasing to 42,700 by 2013
  1. 2010 McKinsey Report
    • Demand for officers escalating 20% from 2010 to 2015

Berikut adalah laporan kebutuhan perwira dan ABK di tahun 2010 oleh BIMCO/ISF:

  • Balanced market for ratings (747,000)
  • Officer shortage of 2% in 2010

Demand          = 637,000

Supply              = 624,000

Key variables

  1. The current age distribution of licensed officers
  2. Cadet entry rate prior to attaining their 1st certificate of competency/license
  3. Cadet attrition rates prior to attaining their 1st certificate of competency/license
  4. Officer attrition rate
  5. Officer retirement age

Officer shortage will rise to 5% by 2015 and then decline under ceteris paribus conditions

  1. Fleet growth is the most sensitive variable
  2. 2% fleet growth will cause 11% officer deficit by 2015
    • The lackluster global economy and anemic shipping markets have been helpful

Recruitment and retention are both key to supply sustainability

  • 26% decline in British officers, and 2/3rd are over 40 years old

Penyedian SDM awak kapal internsional

Berikut adalah posisi Supplai perwira dan anak buah kapal kapal-kapal mancanegara.

Pertama  sebaran penyedia pelaut dunia

Regionally distribution

Perwira

Sebaran Penyediaan Perwira di international fleet.

Officers

Rating

Sebaran Penyediaan Rating di international fleet.

3 Rating

Komparasi Kemampuan Menempatakan Perwira Niaga

Perbandingan kemampuan Indonesia dalam mengirim ABK ke kapal-kapal internationl per satu juta penduduk adalah: 1 : 3,4, dengan uraian sebagai berikut:

Philippine dengan penduduk 97.237.852 (2010 CPH) dapat mengerahkan perwira 88.000, dalam satu juta penduduk dapat mengerahkan 905 orang

Indonesia berpenduduk 237.641.326 (2010 BPS) dapat mengerahkan perwira 60.000.Dalam satu juta penduduk dapat mengirim perwira 252 orang

Sebaran ABK International Fleet.

Berikut adalah sebaran anak buah kapal:

Perbandingan kemampuan Indonesia dalam mengirim perwira ke kapal-kapal internationla per satu juta penduduk adalah: 1 : 9, dengan uraian sebagai berikut:

Philippine dengan penduduk 97.237.852 (2010 CPH) dapat mengerahkan perwira 57.000, dalam satu juta penduduk dapat mengerahkan 588 orang

Indonesia berpenduduk 237.641.326 (2010 BPS) dapat mengerahkan perwira 15.000.Dalam satu juta penduduk dapat mengirim perwira 63 orang


SEBELUM ANDA NAIK/BEKERJA DIKAPAL
Rekomendasi ITF untuk kontrak Anda untuk bekerja di laut

Jaminan terbaik dari kondisi kerja di laut hanya menandatangani kontrak dibuat sesuai dengan perjanjian kolektif ITF.
Jika tidak, berikut adalah daftar untuk diikuti:

Jangan mulai bekerja di kapal tanpa kontrak tertulis.
Jangan pernah menandatangani kontrak kosong atau suatu kontrak yang mengikat Anda dengan syarat dan kondisi yang tidak ditentukan atau bahwa Anda tidak akrab dengannya.
Periksa apakah kontrak yang anda tandatangani mengacu pada Perjanjian Kerja Bersama (KKB/CBA). Jika demikian, pastikan bahwa Anda sepenuhnya menyadari ketentuan PKB, dan menyimpan salinannya bersama dengan kontrak anda.
Pastikan bahwa durasi kontrak yang secara jelas dinyatakan.

Jangan menandatangani kontrak yang memungkinkan untuk adanya perubahan lamanya kontrak pada kebijakannya dari pemilik kapal. Setiap perubahan yang disetujui dalam kontrak harus dengan persetujuan bersama.
Selalu memastikan bahwa kontrak tersebut dengan jelas menyatakan upah pokok dan memastikan bahwa jam kerja dasar jelas (misalnya 40, 44 atau 48 jam per minggu). Organisasi Buruh Internasional menyatakan bahwa jam kerja dasar harus maksimum 48 jam per minggu (208 jam per bulan).
Pastikan bahwa kontrak jelas mengatur tentang waktu lembur yang dibayarkan dan pada tingkat apa. Mungkin ada jam flat rate dibayar untuk semua jam kerja lebih dari dasar. Atau mungkin ada jumlah tetap bulanan untuk sejumlah jaminan jam lembur, dalam hal tingkat untuk setiap jam kerja di luar lembur dijamin harus dinyatakan dengan jelas. ILO menetapkan bahwa semua jam kerja lembur harus dibayar minimum 1,25 x tarif per jam normal.
Pastikan bahwa kontrak dengan jelas menyatakan berapa hari cuti per bulan Anda akan mendapatkan. ILO menetapkan bahwa cuti tidak boleh kurang dari 30 hari per tahun (2,5 hari per bulan kalender).
Pastikan bahwa pembayaran upah pokok, lembur dan cuti secara jelas dan terpisah diperinci dalam kontrak.
Jangan menandatangani kontrak yang memungkinkan pemilik kapal menahan atau menerima sebagian dari upah anda selama masa kontrak. Anda berhak mendapatkan pembayaran penuh dari upah yang diperoleh pada akhir setiap bulan kalender.
Jangan pernah menandatangani kontrak yang mengandung klausul yang menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab untuk membayar sebagian dari biaya keberangkatan atau biaya repatriasi.

Jangan menandatangani kontrak yang mengandung klausul yang membatasi hak Anda untuk bergabung, menghubungi, berkonsultasi atau diwakili oleh serikat pekerja pilihan Anda.

Sadarilah bahwa setiap kontrak pekerjaan tidak selalu mencantumkan rincian tunjangan tambahan. Oleh karena itu Anda harus mencoba untuk mendapatkan konfirmasi (lebih baik dalam bentuk perjanjian tertulis ) tentang besarnya kompensasi yg akan dibayarkan dalam hal:
– Sakit atau cedera selama periode kontrak
– Kematian (jumlah yang dibayarkan kepada keluarga terdekat)
– Hilangnya kapal
– Hilangnya barang pribadi akibat hilangnya kapal
– pemutusan kontrak sebelum waktunya.
Pastikan bahwa Anda akan diberi dan menyimpan salinan dari kontrak yang telah ditandatangani.
Ingat … apapun ketentuan dan kondisi, sebuah kontrak / perjanjian yang Anda masuki secara sukarela ,akan secara hukum, dianggap mengikat secara hukum.
http://www.itfseafarers.org/before_you_board.cfm


OCIMF addresses seafarers work and rest hours (Nov  28  2012)

 

The Oil Companies International Marine Forum (OCIMF) has published new `Recommendations Relating to Requirements Governing Seafarers’ Hours of Work and Rest’.

 

“Safety and environmental protection is our greatest priority and OCIMF members see fatigue as a significant contributory factor to many incidents that occur within the shipping industry” explained OCIMF director, Capt David Cotterell.

 

“These recommendations set out our minimum expectations, which we hope that shipping companies will take into account to achieve compliance with IMO and ILO rules, prevent fatigue and reduce fatigue related incidents” Cotterell added. “We also hope that our recommendations will be of benefit to the wider industry as well.”

 

The recommendations were developed in co-operation with the International Chamber of Shipping (ICS) and the International Shipping Federation (ISF), who represent maritime employers during the negotiations at IMO and ILO on seafarers’ work and rest hours.

 

OCIMF acknowledged that international legislation on working hours has been in place for some time, but suggested that these provisions have been subject to varying interpretations by individual administrations, resulting in differing requirements for vessels operating under different flags.

 

The forum said that it believed that the new IMO and ILO regimes can make a difference, but to be effective, interpretations need to be replaced by clear, standardised requirements to and consistent enforcement to drive compliance

 

OCIMF’s recommendations aims to highlight potential ambiguities and differing interpretations of the requirements of applicable international conventions, including the 2010 Manila amendments to the IMO STCW Convention, which entered into force this year and the 2006 ILO Maritime Labour Convention applicable from August 2013.

 

As a consequence of the new international work/rest hour record regimes adopted by IMO and ILO, OCIMF said that it expected that port state control procedures would pay increasing attention to ensuring compliance with the requirements.

 

Given the importance attached to ensuring the proper management and recording of seafarers’ hours of work and rest, OCIMF recommended that purpose-developed computer software is used to manage seafarers work and rest hours on board ships, in order to demonstrate compliance with both IMO and ILO regulations and its own recommendations.

 

The OCIMF paper mentioned the ISF Watchkeeper Version 3.3 computer software as being suitable for this purpose, incorporating calculations and the ability to generate reports that are consistent with the oil companies’ recommendations.

 

ICS/ISF secretary general, Peter Hinchliffe, said: “We are pleased that OCIMF discussed the development of their policy with ISF and ICS, in view of our close involvement as the official social partner, which helped negotiate the ILO and IMO rest hour regulations on behalf of maritime employers.

 

“The Recommendations show that charterers, as well as governments, take the prevention of fatigue very seriously. We are pleased that OCIMF acknowledges the benefits of the ISF Watchkeeper program as a means of maintaining records that can demonstrate compliance with both international regulations and oil company requirements,” Hinchliffe said.

 

 

=== fm tanker operator ===


THE DYNAMIC POSITIONING CENTRE ● C-MAR ASIA PTE LTD
No. 5 International Business Park #02-02 Mewah Building Singapore 609914 Tel: +65 6318 4950 Fax: +65 6318 4951
Email: courses@thedpcentre.com Website:www.thedpcentre.com COURSE FEES
The course price for each type is tabulated below. The course fee includes your DP Logbook (for Basic Induction Course), Course Manual, Course Certificate, Polo-Tee and lunches and/or refreshments each day of the course.
Courses Duration
Singapore Dollars (S$)
(Inclusive of 7% GST)
DP Basic Induction Course 4 days S$ 3,509.60
DP Advance Simulator Course 4 days S$ 3,648.70
DP Maintenance Course 4 days S$ 5,243.00
DP Appreciation Course 2 days S$ 1,391.00
DP Refresher Course 2.5 days S$ 1,626.40
Dive Ship management Course 3 days S$ 4,494.00

2. You have to go for The Basic DP Course first, if you have experience joining on DP vessel before you take the Basic course that will be an advantage. Why you have to attend The Basic Course? Becoz you have to know all the basic knowledge related to the DP equipments, operations etc..and from there you will know the DP further.

3. As soon as you have Basic DP cert, you have to join again on the DP vessel to complete your DP Log book as 1 month required that mentioned on the Log book to be familiarised with DP equipments onboard your vessel. Take note, your first experience with the DP vessel is depend of which DP Class your vessel equipped with.

4. Next step you may go to take your Advance DP..

5. There is no short cut on this course honey, and there is no “pass and not pass”. This course is intent to build the Professioanal DPO those competence to operate the DP equipments as well. In this case, for sure you have to improve your self as a Pro.

6. What the most studied during advance Course? At most we’ll learn the study case, failure, human errors etc..


Selamat malam saudara-saudara pelaut,

Kami ingin berbagi info terbaru yang kami terima mengenai DP Course di tahun 2012.
Seperti yang telah kami beritahukan di email yang lalu, bahwa di tahun 2012 ada persyaratan baru bagi yang hendak mendaftar/mengikuti DP Course, yaitu harus memiliki seritifikat STCW, namun setelah kontak dengan Mr. John Gorman Gorman di C-Mar Singapore, ada penjelasan terbaru mengenai hal tersebut, sbb:

1. Untuk pendaftaran DP Course, untuk sementara ini tetap diberlakukan persyaratan yang sama dengan sekarang, yaitu cukup dengan mengisi formulir pendaftaran dan scan passport yang expired date-nya masih di atas 6 bulan.

2. Tidak ada penahanan sertifikat bagi yang telah selesai mengikuti kursus, jadi apabila sudah mengikuti kursus DP Basic/Advance, akan tetap diberikan sertifikat DP Basic/Advance.

3. Sertifikat STCW hanya diminta/ditunjukkan apabila hendak mengambil sertifikat Full DPO.

Berikut kami berikan juga copy paste pertanyaan dan jawaban dengan Mr. John:

1. When student want to register, do you need all the certificate as requirement to attend the course?
As of today, we have no plans to check on the eligibility of students to attend the DP Basic Course. The reason is that some students who
attend have no intention of completing the DPO scheme (Dive Supervisors, Drilling Superintendents, etc) but simply wish to learn more about DP. However, we will be drawing students
attention to the new entry requirements on the course registration form.

2. If have student that want to attend DPO course without STCW
certificate, it means that C-mar will hold his certificate first until
he got STCW cert or how is the procedure?
No, we will issue the DP Basic Course Certificate whether the student meets the new entry requirements or not.

3. Does C-Mar will held STCW course also? If have, please send us the schedule. If not, where to take the STCW certificate?
C-MAR does not conduct STCW courses. In Singapore, we recommend the
Singapore Maritime Academy (a division of the Singapore Polytechnic) for STCW courses.

Untuk saat ini biaya pendaftaran DP Course di C-Mar Asia Pte Ltd Singapore masih belum ada rencana perubahan/kenaikan harga untuk di awal tahun 2012, seandainya pun ada, biasanya di pertengahan tahun. Apabila sudah mendaftar dan sudah membayar lunas sebelum perubahan harga, ketika ada kenaikkan harga, tidak perlu menambahkan biaya lagi karena anda sudah membayar lunas sesuai dengan ketentuan/perjanjian saat itu.

Untuk pendaftaran disarankan dilakukan minimal 1,5 bulan sebelumnya untuk memastikan bahwa anda dapat seat untuk course yang diinginkan. Seandainya karena ada kepentingan mendadak sehingga harus mengubah jadwal, tinggal diberitahukan kepada kami paling lambat 2 minggu sebelum course berlangsung.

Untuk perubahan jadwal course, umumnya hingga saat ini tidak dikenakan biaya tambahan/denda/sanksi asalkan dikonfirmasikan terlebih dahulu.
Apabila terkena denda/sanksi, jumlah ditentukan oleh C-Mar dan kami hanya bertindak sebagai penyambung tangan/perantara saja tanpa menambahkan/mengubah jumlah denda sepeser pun. Dan seandainya pun sudah mendaftar namun batal mengikuti DP Course, kami mohon dengan sangat agar diberitahukan kepada kami, dan jangan kabur begitu saja tanpa kabar, agar kami ada kepastian dan dapat mengisi seat yang sudah terdaftar tersebut dengan peserta lain yang berminat. Karena hal tersebut juga merugikan anda sendiri, karena nama anda sudah terdaftar di C-Mar sebagai student namun kabur tanpa berita. Kami hanya membantu anda saja untuk mendaftar.

Mudah-mudahan info ini dapat membantu memberikan sedikit kejelasan mengenai
peraturan baru tersebut. Apabila ada yang kurang jelas atau mungkin membutuhkan informasi lainnya untuk di Singapore, silahkan email ke admin@sanvisolusindo.com dan mengenai biaya pendaftaran melalui Sanvi Solusindo, dapat dilihat di http://www.sanvisolusindo.com

Best Regards,
Sanvi Solusindo
Membantu dari pendaftaran DP Course(Dynamic Position), hingga mendapatkan Confirmation Letter dan Letter of Invitation, pemesanan tiket pesawat dan penginapan.


Human Error Multipliers
By: George Spafford

12/26/2006

Studies show that up to 80% of network availability incidents can be tied to human error. In addition, the fourth annual CompTIA study on security breaches shows that 60% can be attributed to human error. With statistics proving over and over that human error should be of concern, it is a wonder that more attention is not paid to managing it. In fact, there are a number of behaviors that can dramatically increase the odds of human error yet organizations fail to manage them.

All services contain some element of human interaction and thus some level of inherent variation. It may be introduced at any point during the life cycle from a wide range of vectors including development, operations, vendors, users, etc. Moving past the inherent baseline that can not be eliminated, additional levels of human error-related variation can be injected into challenged organizations. The following can all cause the level of human error in organizations to increase and thus put the attainment of goals and objectives at risk:

Increased Complexity – As the volume of systems, variety, integration and coupling increases, so to does the inherent complexity of the environment. This causes a situation wherein a significant amount of detailed knowledge around services rendered is distributed and the impacts of proposed changes are largely unknown. As a result, the likelihood of a change negatively impacting confidentiality, integrity or availability increases.
Operating Under Tight Deadlines – As the level of pressure to complete work increases there reaches a point where the emphasis may shift to “just get it done” wherein appropriate controls are bypassed in favor of completing work. As a result, mistakes are made and not caught. Standards are not followed and variation increases. Fatigue and stress levels increase and so on.
Human Fatigue – Studies have clearly tied fatigue with increases in human error. As people begin to perform without sufficient rest, the likelihood of errors increases. Expecting staff to perform without error despite working long hours is unrealistic.
Task Switching – A person split between a given number of tasks is likely to make mistakes due to shifts in concentration and delays between actions. It is a falsehood to think that a three tasks requiring a third of a full-time equivalent each can be handled by one person. As the number of tasks increases, the likelihood of error increases.
Insufficient Planning – Projects that invest the time and resources in planning prior to commencing work are far more likely to deliver on time and within budget. Failure to adequately plan may cause budget and schedule pressures to arise thus causing personnel to rush, work long hours, and bypass standard policies and procedures.
Insufficient Testing – When project schedules and/or budgets are at risk, one of the first areas to suffer is testing. As a result, the risk that human errors will not be caught prior to production increases.
Lack of Change Management – Human error is introduced via changes to production systems. When changes are not properly managed then risks to production and the business increases.
Development on Production Systems – Changes can and do fail. If development is allowed to change a production system directly then the odds of human error negatively impacting the organization increases.
Functional Silos –When functional areas are allowed to design services without the enterprise’s interests taken into account, then the level of variation and complexity in the environment will increase.
Inability to Criticize – In organizations where review and constructive criticism are stifled then the levels of unplanned reactive activities will only increase. Review should be designed into formal change management processes.
Lack of Communication – When modifications to systems are planned in isolation then the chances of dependencies causing incidents increases.
Lack of Documentation – When complex systems are not documented then it becomes increasingly difficult to train new people, understand the potential impacts of changes, etc.
Lack of Standards – As variation increases, the more people must try to learn and memorize increases. For example, it is easier to gain deep knowledge of three platforms versus 30. Similarly, for several processes versus differences between every employee.
Lack of Shared Objectives – If the objective for doing something isn’t clearly articulated and understood then the chances of individuals drifting from the intended objective increases.
Lack of Training – If people are not adequately trained on a new service, or specific system, then how can they possibly operate or support it without introducing errors?
Lack of Understanding Causality – When groups do not understand historical outcomes and formally track cause and effect then how can the culture evolve and risk behaviors be avoided?
Lack of Control and Process Knowledge – IT has long focused on technology to solve problems. Now, to enable the attainment of functional area objectives and organizational goals in a sustainable manner then proper control and process design must be coupled with the right people and technology. Without proper controls and processes, then risks from human error and other vectors will only increase.
The above is a partial list intended to invoke discussion. What we have witnessed during consulting engagements is that some organizations may have multiple behaviors that when combined further increase risk levels. Organizations must take a careful look at their culture and processes to understand and subsequently manage the level of human error being introduced. If we want to help safeguard the organization and its goals, then it is essential to understand what causes human error levels to increase and correspondingly, what can be done to reduce those levels.


AMANDEMEN STCW 2010: APA YANG PERLU ANDA KETAHUI

Telah secara luas diketahui bahwa IMO mengadakan Konferensi Diplomatik di Manila, Filipina, pertengahan tahun 2010 untuk membahas amandemen STCW. Banyak orang yang tidak mengetahui pada tingkat apa revisinya dan realitas implementasinya di balik hal tersebut. Untuk meluruskan hal-hal tersebut mari kita lihat apa yang telah terjadi langkah demi langkah.
Amandemen STCW Manila.
Pada 25 Juni 2010, Organisasi Maritim Internasional (IMO) serta stakeholder utama lainnya dalam dunia industry pelayaran dan pengawakan global secara resmi meratifikasi apa yang disebut sebagai “Amandemen Manila” terhadap Konvensi Standar Pelatihan untuk Sertifikasi dan Tugas Jaga bagi Pelaut (STCW) dan Aturan terkait. Amandemen tersebut bertujuan untuk membuat STCW selalu mengikuti perkembangan jaman sejak pembuatan dan penerapan awalnya pada tahun 1978, dan amandemen selanjutnya pada tahun 1995.

Mulai Berlakunya.
Amandemen Konvensi STCW akan diterapkan melalui prosedur penerimaan dengan pemahaman yang telah disepakati yang mengisyaratkan bahwa perubahan tersebut sudah harus diterima paling lambat 1 Juli 2011 KECUALI bila lebih dari 50% dari para pihak terkait STCW menolak perubahan yang demikian. Sebagai hasilnya, Amandemen STCW ditetapkan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012.

Tujuan Amandemen STCW.
Hal-hal berikut menguraikan perbaikan-perbaikan kunci yang diwujudkan melalui Amandemen baru, yaitu:
1. Sertifikat Kompetensi & Endorsement-nya hanya boleh dikeluarkan oleh Pemerintah – sehingga mengurangi kemungkinan pemalsuan sertifikat kompetensi.
2. Pelaut yang telah menjalani pemeriksaan kesehatan sesuai Standar medis umum untuk pelaut dari satu negara dapat berlaku di kapal yang berasal dari negara lain tanpa menjalani pemeriksaan medis ulang.
3. Persyaratan revalidasi sertifikat dirasionalisasi untuk kepentingan pelaut.
4. Pengenalan metodologi pelatihan modern seperti pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran berbasis web.
5. Jam istirahat bagi pelaut dikapal diselaraskan dengan persyaratan Maritime Labor Convention ILO/MLC (Konvensi Buruh Maritim ILO) 2006, dengan maksud untuk mengurangi kelelahan.
6. Memperkenalkan persyaratan-persyaratan tambahan untuk menghindari alkohol dan penyalahgunaan zat terlarang.
7. Kompetensi dan kurikulum baru harus terus diperbarui mengikuti perkembangan teknologi modern dan kebutuhan riil dilapangan.
8. Pelatihan penyegaran dibahas dengan layak dalam konvensi.

Beberapa hal pokok terkait amandemen STCW 2010, adalah sebagai berikut :
Bab I Ketentuan Umum.

• Peraturan I / 2: Hanya Pemerintah yang dapat mengeluarkan Certificate of Competency (COC) dan menyediakan database elektronik untuk verifikasi keaslian sertifikat.
• Peraturan I / 3: Persyaratan Near Coastal Voyage dibuat lebih jelas, termasuk principal yang mengatur pelayaran dan melakukan “kegiatan usaha” dengan Pihak yang terkait (negara bendera dan negara pantai).
• Peraturan I / 4: Penilaian/pemeriksaan Port State Control (PSC) terhadap pelaut yang melaksanakan tugas jaga dan standar keamanan – “Harus memenuhi Standar keamanan” dalam daftar.
• Peraturan I / 6: Pedoman e-learning (pembelajaran elektronik)
• Peraturan I / 9: standar Medis diperbaharui sejalan dengan Persyaratan ILO MLC.
• Peraturan I/11: Persyaratan revalidasi dibuat lebih rasional dan termasuk persyaratan revalidasi atas endorsement sertifikat kapal tanker.
• Peraturan I/14 : Perusahaan bertanggung jawab terhadap pelatihan penyegaran pelaut di kapal mereka

STCW Bab II, Level Dukungan
Bab Dua adalah bagian Departemen Dek. Perubahan utama dalam Bab II adalah penambahan Pelaut Trampil (Able Seafarers/AB) – Deck Rating. Ini terpisah dari Rating yang melaksanakan tugas jaga Navigasi (Rating Forming Part of a Navigational Watch / RFPNW).
Berdasarkan persyaratan untuk bekerja dikapal, penting bagi pelaut untuk mendapatkan kualifikasi RFPNW sebisa mungkin pada awal sekali dari karir mereka. Pelaut tidak secara otomatis mendapat kualifikasi AB sampai kualifikasi RFPNW telah dipenuhi dan lisensi tersebut harus mendapatkan sertifikat pengukuhan (endorsement) AB. Ini akan membutuhkan pelatihan dan pengujian serta akan menjadi pasal baru yang disebut A-II / 5.

STCW Bab II, Level Operasional dan Manajemen.
Untuk Electronic Chart Display and Information System / ECDIS (Peta dan Sistim Informasi Elektronik), perlu pelatihan bagi semua Perwira Dek untuk semua kapal yang dilengkapi dengan ECDIS. Pelatihan ECDIS dilaksanakan sama seperti pelatihan ARPA ataupun GMDSS, dimana ada pembatasan dalam STCW yaitu seseorang tidak boleh bekerja di kapal dengan perlengkapan tersebut jika ia tidak memiliki sertifikat ECDIS.
Pada 2012 hampir semua kapal dengan bobot mati lebih dari 200 ton akan diatur di bawah hukum yang terpisah untuk memiliki peralatan ECDIS. Secara otomatis, setiap Perwira Dek dikapal berbobot lebih dari 200 ton akan membutuhkan pelatihan ECDIS. Akan ada dua tingkat ECDIS, yakni operasional dan manajemen dengan tanggung jawab yang berbeda dari masing-masingnya. Manajemen SDM yang bertugas di anjungan kapal, Pelatihan Tim Kerja dan Kepemimpinan akan diwajibkan baik di tingkat operasional maupun manajemen.

STCW Bab III, Mesin
Perubahan utama dalam Bab III adalah penambahan Pelaut Trampil bagian Mesin (Engine Rating). Ini terpisah dari rating yang melaksanakan tugas jaga mesin.
Banyak negara hanya memiliki level rating yang melaksanakan tugas jaga (Rating Forming Part of a Enginee Watch / RFPEW), dan untuk pelaut trampil pemula dibagian mesin disyaratkan memiliki sertifikat RFPEW sesuai ketentuan STCW. Ini akan membutuhkan pelatihan dan pengujian dan akan menjadi pasal baru yang disebut A-III/5.
Pasal A-III/1 akan diformat ulang dan diatur kembali. Anda tidak lagi perlu melakukan pelatihan selama 30 bulan di kamar mesin yang disetujui. Kata-katanya sekarang akan lebih disinkronkan dengan departemen dek dan berbunyi tiga tahun masa kerja di laut dengan satu tahun gabungan keterampilan bengkel dan enam bulan jaga mesin (engine room watchstanding).
Perwira Teknik Elektro (Electro Technical Officer/ETO) dan Bawahan Teknik Elektro (Electro Technical Rating/ETR) akan ditambahkan.
Manajemen SDM di Kamar Mesin, Pelatihan Tim Kerja dan pelatihan Kepemimpinan akan diwajibkan baik di tingkat operasional maupun manajemen.

STCW Bab V, Tanker dan Kapal Tanker:
Sekarang akan ada tiga kategori Awak kapal Tanker pada kapal tanker, yaitu:
• Awak kapal tanker Minyak.
• Awak kapal tanker Kimia.
• Awak kapal tanker Gas Cair.
Selain itu, setiap kategori Awak kapal tanker akan dipisahkan atas dua tingkat, yaitu :
• Dasar (saat ini disebut asisten).
• Lanjutan (saat ini disebut Penanggung Jawab (PIC).
Yang akan menjadi perubahan besar adalah pemisahan bahan kimia dari minyak dan masing-masing memerlukan prasyarat tersendiri untuk diawaki pada setiap jenis kapal dan pelatihan khusus untuk masing-masingnya. Selain itu, akan ada Kursus Pemadaman Api di Kapal Tanker, meskipun beberapa pihak memperbolehkan Program Pemadaman Api Dasar untuk menutupi persyaratan ini.
Kapal Penumpang – Akan ada konsolidasi aturan untuk kapal penumpang.
Offshore Supply Vessels (OSV)/Kapal Supply Offshore, Dynamis Positioning (DP) Vessels/Kapal dengan Kendali Posisi Dinamis dan kapal yang beroperasi di Perairan yang Tertutupi Es: Akan ada pasal baru yang memuat panduan terkait lisensi khusus atau persyaratan pelatihan untuk OSV, DPV dan kapal yang beroperasi di Perairan yang Tertutupi Es.

STCW Bab VI, Isu Lingkungan Laut:
Amandemen akan mencakup penambahan isu kesadaran lingkungan laut dalam Kursus Keselamatan Pribadi & Tanggung Jawab Sosial (Personal Safety & Social Responsibilities/PSSR) yang dilaksanakan sebagai bagian dari Pelatihan Keselamatan Dasar (Basic Safety Training/BST) serta tingkat operational yang memperhatikan kelestarian lingkungan laut pada setiap tingkatan sertifikasi sesuai STCW Code A-II / 1 dan A-III / 1.

Pelatihan Keselamatan Dasar (BST) :
Cakupan PSSR akan ditambahkan beberapa subyek sebagai berikut :
• Komunikasi.
• Pengendalian Kelelahan.
• Tim Kerja.
Subyek tambahan ini akan membuat modul PSSR lebih panjang tapi harus kurang dari satu hari panjangnya. Tetap saja, ini akan memperpanjang program Pelatihan Keselamatan Dasar dari yang biasanya lima hari menjadi setidaknya 5,5 hari.

Pelatihan Penyegaran untuk Keselamatan :
Salah satu elemen kunci dari amandemen STCW 2010 tampaknya adalah penghapusan celah yang berkaitan dengan pelatihan penyegaran. Kode (Aturan) STCW, yang kabur di area ini menyebabkan banyak negara memilih untuk menafsirkan persyaratan “dalam waktu lima tahun” secara longgar. Telah diputuskan bahwa program tertentu yang dapat mempengaruhi keselamatan dan kelangsungan hidup awak kapal dan penumpang mewajibkan latihan penyegaran pengendalian keadaan darurat / keselamatan dilaksanakan secara berkala.
Latihan penyegaran keselamatan dapat dilaksanakan dalam bentuk e-learning (pembelajaran secara elektronis), latihan di atas kapal atau pelatihan di darat.
Kursus keselamatan akan memerlukan pelatihan penyegaran setiap lima tahun dan program pelatihannya dapat diperpendek dari panjang durasi pelatihan aslinya. Latihan penyegaran dengan metode yang disetujui (di kelas atau kapal – belum ditentukan) adalah:
• Proficiency in Survival Craft and Rescue Boats (SCRB).
• Advanced Firefighting (AFF).
• Basic Safety Training (BST).
• Fast Rescue Boat.
• Medical Training.

Pelatihan Keamanan.
Amandemen akan mencakup tiga tingkat pelatihan keamanan
• Tingkat Satu – Kesadaran Keamanan (Semua anggota kru)
• Tingkat Dua – Petugas Keamanan
• Tingkat Tiga – Ship Security Officer (Perwira Keamanan Kapal) – ISPS Code
Pelatihan Anti Pembajakan juga akan ditambahkan pada setiap level/tingkat.

STCW Bab VIII: Tugas Jaga.
Bagian Aturan STCW ini akan diselaraskan dengan ILO MLC. ILO MLC telah ditandatangani pada tahun 2006 dan dibuat sebagai aturan baru yang mengatur hak para pelaut sehingga akan ada standar minimum global tentang bagaimana pelaut diperlakukan.

Harmonisasi dengan IMO MLC
Ketika IMO (International Maritime Organization) melakukan pengawasan atas sertifikasi berdasarkan Konvensi STCW, ILO melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Konvensi MLC. Ketika ILO mengadopsi “Seafarers Bill of Rights” (Hak-Hak Dasar Pelaut) bagi para pelaut di dunia, semua pihak – pemerintah, pelaut dan pemilik kapal – memuji standar kerja baru ini sebagai perkembangan penting bagi sektor industri dunia yang paling terglobalisasi.
IMO telah mengambil langkah penting untuk membangun perlindungan di bidang keselamatan, sertifikasi dan polusi, tetapi sektor ini dibanjiri dengan berbagai standar ketenagakerjaan internasional dari sejak lebih dari delapan dekade terakhir. ILO MLC 2006 memodernisasi standar-standar ini untuk:
1. Konsolidasi dan memperbarui lebih dari 60 Konvensi ILO dan Rekomendasi-rekomendasinya yang telah pernah dibuat sebelumnya.
2. Menetapkan persyaratan minimum bagi pelaut untuk bekerja pada sebuah kapal.
3. Menangani kondisi kerja, akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan dan katering, perlindungan kesehatan, perawatan medis, perlindungan kesejahteraan dan jaminan sosial.
4. Mempromosikan kepatuhan bagi operator dan pemilik kapal dengan memberikan fleksibilitas yang cukup pada pemerintah untuk menerapkan persyaratan dalam cara yang terbaik disesuaikan dengan undang-undang nasional masing-masing negara.
5. Memperkuat mekanisme penegakan/pelaksanaan pada semua tingkatan, termasuk ketentuan untuk prosedur keluhan yang tersedia bagi pelaut, pengawasan yang dilakukan oleh para pemilik kapal dan nakhoda terhadap kondisi kapal-kapal mereka, yurisdiksi negara bendera dan kontrol atas kapal mereka, dan inspeksi negara pelabuhan pada kapal asing.

Kesimpulan
STCW ada untuk diberlakukan. Isu yang paling menarik tentang amandemen baru adalah bahwa SCTW amandemen 2010 akan diimplementasikan lebih jauh dari MLC ILO. Amandemen baru menggabungkan periode fase 5 tahun untuk pelaut yang sudah ada sekarang dan pada saat yang sama mewajibkan adanya semua perubahan nyata seperti Jam Kerja & Istirahat untuk diterapkan pada 1 Januari 2012.
Jadi marilah kita persiapkan diri untuk perubahan ini dan terus mengikuti perkembangannya.
========= fm buletin kpi ============

Laman Berikutnya »